KETAPANG Petani di beberapa kecamatan di Lampung Selatan mengeluhkan sedikitnya pasokan urea bersubsidi dan rendahnya hasil produksi pertanian.
Di Kecamatan Ketapang, Lampung Selatan, petani mengeluhkan jumlah pasokan urea bersubsidi yang jauh dari harapan. Padahal, kebutuhan pupuk begitu mendesak, mengingat pemupukan pertama tanaman padi harus segera dilakukan. Jika tidak dipenuhi, dipastikan gagal panen.
Suyitno, petani asal Desa Ruguk, Ketapang, Lamsel, mengaku hanya mendapatkan urea 2 kuintal. Padahal, untuk pemupukan, dia membutuhkan 5 kuintal urea. “Dari kios resmi, saya hanya mendapatkan 2 kuintal,” kata Suyitno saat membeli pupuk di sebuah kios, Selasa (6-1).
Walau jatah pupuk bersubsidi jauh dari kebutuhan petani dan sulit didapat pada musim tanam, kata Suyitno, petani masih mendapatkannya. “Cuma harganya itu yang selangit,” kata dia.
Kini, lanjut Suyitno, harga pupuk Urea bersubsidi berkisar Rp75 ribu–Rp90 ribu/sak. Dia mengatakan harga cukup mahal itu pernah dialami saat musim tanam jagung bulan Desember lalu. “Karena butuh, harga segitu tetap kami beli. Daripada tanaman mati karena nggak dipupuk,” ujarnya.
Sementara itu, Sutris, pemilik kios resmi pupuk bersubsidi di sekitar Pasar Pematang Pasir, Ketapang, mengaku cuma dipasok pupuk bersubsidi 60% dari kebutuhan petani. “Kecamatan kami membutuhkan 5.800 ton pupuk/tahun. Tapi, yang terealisasi 3.400 ton. Untuk itu, petani harus pintar-pintar mencari alternatif pengganti pupuk. Pupuk bukan diselewengkan. Kelangkaan pupuk lebih disebabkan luas lahan yang tidak sebanding dengan pupuk yang didapat,” kata dia.
Menurut Sutris, pendistribusian pupuk dari distributor ke agen resmi sangat kecil kemungkinan penyelewengan. Pasalnya, pendistribusian pupuk subsidi mulai Januari ini, langsung sampai ke tangan petani yang terdaftar sebagai anggota kelompok tani. “Anggota kelompok tani cukup mengajak ketuanya ke kios resmi untuk mendapatkan jatahnya sambil menunjukkan kartu smart,” kata Sutris.
Namun, lanjut Sutris, program kartu smart yang diharapkan dapat menekan penyelewengan pupuk bersubsidi tersebut belum bisa dilaksanakan. Sebab, mesin elektrik kartu smart kerap error. “Program itu tetap kami laksanakan, cuma secara manual,” kata Sutris.
Di tempat lain, petani di Kecamatan Merbau Mataram dan Way Sulan, Lamsel pesimistis meraup untung maksimal pada musim tanam jagung sekarang. Sebab, harga komoditas pertanian tersebut kini masih tergolong rendah.
“Pada umumnya kami kesulitan memperoleh urea bersubsidi. Di pasaran umum hampir tidak ada sehingga sebagian petani terpaksa membiarkan tanaman jagung tumbuh dan berkembang secara alami tanpa bantuan bahan penyubur,” kata Martono, petani di Kecamatan Merbau Mataram.
Hal senada juga diungkapkan Mardin (45), petani di Way Sulan. Dia mengatakan pada umumnya tingkat kesuburan tanah sudah sangat rendah. Dengan demikian, tanah sangat membutuhkan pupuk sebagai penyubur tanaman agar hasil tanaman maksimal.
“Dengan harga Rp800 per kilogram untuk jagung kering panen, seperti kini, kendati tidak rugi, kami tidak mendapat keuntungan apa-apa. Sebab, biaya produksi yang kami keluarkan sudah tinggi, termasuk membeli bibit dan upah penggarap,”
Salam kenal Pak 🙂
mampir nih kebetulan lewat…